Trending

Pegiat Antikorupsi Djusman AR Mandikan Badik Warisan Leluhur, Ada Apa?

Badik warisan orang bagi pegiat antikorupsi Djusman AR sarat makna dan pesan leluhur. Mengenakan songkok putih, terciduk memandikan badik warisan leluhur di kediamannya. Ada apa ya?

MAKASSAR, BERANDANEWS.NET — Sebilah badik ia gosok menggunakan 3 helai daun. Lalu, memandikan dengan air bersih.

Pegiat Antikorupsi Djusman AR terciduk sedang membersihkan badik di kediamannya, Rabu (20/10/2021).

Ia memakai kopiah berwarna putih, berbaju kaos oblong, bercelana pendek. Ritual tan tampilannya, terlihat cukup meyakinkan.

Baca Juga: Duel Maut di Jalan Veteran Makassar, Satu Tewas Bersimbah Darah

Djusman AR mengatakan, merawat sebuah badik merupakan hal yang biasa bagi orang Bugis – Makassar (Sulawesi Selatan). Apalagi, yang hidup berdomisili di Kota Makassar.

Dirinya juga mengatakan, badik tersebut hanyalah merupakan penjaga rumah. “Siapa tahu tetiba ada “palukka” atau orang berniat jahat,” ucapnya sambil tertawa.

Berdomisili di Kota Daeng, pria yang terlahir di kampung Wanua Latemmamala, mengaku dari kecil sudah terbiasa melihat benda seperti itu.

Baca Juga: Joget di Pesta Panen, Kaki Terinjak Pemuda Ini Tikam Rekannya

“Apalagi saya yang berdarah Bugis Soppeng-Bone, tentu Badik adalah benda yang biasa kami temui. Tetapi, kami bukan mendewakan atau memuja keberadaannya,” kata Djusman.

Tak hanya itu, Ia mengatakan, badik “pusaka” warisan leluhurnya itu tidak untuk gaya-gayaan. Atau untuk hal-hal yang salah. Misalnya, menakut-nakuti dan mengancam orang.

“Pesan leluhur jelas melarang. Menyalahgunakan badik untuk hal-hal yang salah, itu juga jelas deliknya,” Djusman mengingatkan.
Pesan Orang Tua

Pria yang akrab dengan panggilan Bang Djus ini, juga mengatakan badik yang ia mandikan merupakan warisan orang tuanya. Ia harus merawat dan memandikannya secara berkala.

“Kalau kemudian saya selaku Putra Bugis dapat semacam warisan seperti ini, itu bukan berarti sesuatu yang aneh. Karena sudah turun-temurun. Bicara warisan, di keluarga kami bukan hanya berkaitan harta benda. Paling utama sifat keteladanan atau budi pekerti yang baik. Tentu di dalamnya ada doktrin pendidikan, peduli, beradab dan kebaikan,” ujarnya.

Baca Juga: Dua Kelompok Anak Muda Tawuran di Area Permandian

Dirinya berpesan kepada siapapun yang memiliki badik warisan, untuk tidak disalahgunakan, seperti tindakan kriminal.

“Yang utama itu adalah bagaimana menjadi manusia yang bertaqwa dan berguna kepada seluruh masyarakat. Kalau Kemudian kami, menerima warisan benda berupa badik, tentu bukan merupakan hal yang tabu. Sejak kecil kami sudah terbiasa kok melihat yang begitua. Adapun kegunaannya tentu adalah bukan untuk berbuat atau bertindak kriminal,” pesannya.

Makna Badik Bagi Orang Sulsel

Sebagai informasi, badik adalah senjata pusaka khas masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel). Setiap suku di Sulsel memiliki badik dengan ciri khas masing-masing. Ada Bugis, Makassar, Luwu, Enrekang, dan Toraja.

Badik sama terkenalnya dengan senjata pusaka tradisional Nusantara seperti Keris dari suku Jawa, Kujang dari Pasundan, Rencong dari Aceh atau Mandau dari Kalimantan. Pada zaman dahulu, setiap orang Bugis-Makassar, “wajib” memiliki.

Ada istilah yang berlaku pada masa lalu. “Bukan orang Bugis atau orang Makassar jika tidak memiliki badik”.

Baca Juga: Puting Beliung Rusak Kios dan Rumah Warga Desa Labotto Bone

Tokoh pahlawan dari Sulsel, Sultan Hasanuddin terkenal dengan badik yang selalu ia sematkan di pinggangnya.

Bagi Lelaki Bugis-Makassar juga dikenal falsafah tiga ujung yang harus selalu mereka junjung. Yaitu, ujung lidah, ujung kelaki-lakian, dan ujung badik.

Ujung lidah bermakna piawai berdiplomasi, ujung kemaluan berarti pejantan tangguh, ujung badik simbol tidak gentar dan berani mengambil risiko, termasuk resiko kematian.

Baca Juga: Pasukan Yon C Pelopor Kembali Utuh dari PON XX

Bahkan pada masa lalu, persoalan antarpria Bugis atau Makassar diselesaikan secara adat menggunakan badik dan selembar sarung: “Sigajang Laleng Lipa”, dua pria baku tikam dalam satu sarung. Dua pria saling adu kemampuan menggunakan badik dan harus memiliki ilmu kebal. Yang berhasil keluar dari sarung dalam keadaan selamat akan menjadi pemenangnya.

Setiap badik terdiri dari tiga bagian: bilah dari besi pilihan yang memiliki pamor, gagang, dan sarungnya. Keistimewaan badik pada pamornya di bilah, karakter (sissik) dan ukurannya yang pas bagi pemiliknya.

Sementara, jenis badik bisa dibedakan dari bilah dan gagangnya. Gagangnya biasa terbuat dari kayu Kemuning atau tanduk, dan gading. Sedangkan, sarungnya lazimnya dari kayu Cendana. (nu/ar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button