Nakes di Luwu Timur Digugat Rp2 Miliar: “Kita Berkerja Tim, Tapi Kami yang Menjadi Korban”

“Saya hanya menuntut keadilan. Saya tak mau lagi ada Hasmawati yang kedua.”

LUWU TIMUR, BERANDANEWS.NET — Permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia berbalas penolakan, para tenaga kesehatan (Nakes) tergugat UU ITE di Kabupaten Luwu Timur, tak berhenti berjuang mencari keadilan. Mereka akan menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK).

Upaya PK mereka lakukan setelah kasasinya mendapat keputusan pahit dari Mahkamah Agung. MA menolak keseluruhan keberatan yang putusannya terbit 30 Maret 2021 dengan nomor: 357/PDT/2021.

Keempat Nakes itu pun merasa mendapat pengadilan yang tidak adil. Empat nakes itu, berkerja di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Wawondula, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Mereka adalah Sahamuddin kepala Puskemas Wawondula Pegawai Negeri Sipil (PNS), Hasmawati (PNS), Beatrix Kombong tenaga sukarela dan Mariam Ali (Honorer). Selain itu, dua warga sipil ikut juga digugat Ida Royani dan Freny Limbong.

Sementara penggugat adalah pemilik usaha ayam potong. Pengusaha itu, menggugat empat nakes dan dua warga sipil dengan nilai gugatan Rp4 miliar melalui kuasa hukumnya Lukman Alkadry di Pengadilan Negeri Malili, pada tanggal 26 Juni 2019. Penggugat menggugat Nakes dan warga tersebut dengan dalil melanggar UU ITE atas hasil pemeriksaan penggunaan formalin kit dengan hasil positif, tersebar luas di media sosial.

Mendapat gugatan dari pengusaha ayam potong, Tim terpadu Luwu Timur melakukan upaya hukum untuk melindungi nakes tergugat. Itu sebagai bentuk tanggung jawab atas sidak untuk pemeriksaan bahan makan berbagai pasar tradisional.

Musabab dari gugatan itu, Hasmawati salah satu mendapat surat perintah melalui Kepala Puskesmas Wawondula tembusan surat dari Tim Terpadu Luwu Timur. Kepala Puskesmas Wawondula menerbitkan surat perintah kepada Hasmawati karena masih dalam wilayah kerjannya di Kecamatan Wawondula untuk mendampingi para tim terpadu, melakukan sidak di pasar tradisional guna melakukan pengambilan sampel bahan makan.

Tepatnya, 18 Mei 2019, Tim terpadu turun melakukan sidak di pasar tradisional Wawondula. Hasmawati sebagai tenaga sanitarian ikut mendampingi tim terpadu atas surat perintah dari Kepala Puskemas Wawondula.

Mereka pun menjalankan tugas melakukan pengambilan sampel makanan pada pedagang yang berada di pasar tersebut. Tim Terpadu Luwu Timur melakukan pengambilan sampel makanan secara acak di pasar itu.

Selanjutnya, tim terpadu menyerahkan sampel tersebut kepada Hasmawati. Kemudian Kepala Puskesmas memberi perintah kepada Hasmawati. Beatrix Kombong tenaga sukarela bagian laboran mendapat tugas untuk mendampingi Hasmawati melakukan pemeriksaan terhadap sampel dengan menggunakan test formalin kit.

Atas perintah oleh Kepala Puskesmas, pemeriksaan sampel di Laboratorium Puskesmas Wawondula. Hasmawati dan Beatrix menjalankan perintah itu dengan memeriksa sampel berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan petunjuk penggunaan formalin kit.

Berselang berapa jam, hasil pemeriksaannya pun keluar. Hasilnya, menunjukkan perubahan warna sampel menjadi ke-ungu-an pada tabung reaksi. Berdasarkan petunjuk penggunaan formalin kit hasil itu positif.

Hasmawati pun segera memberikan laporan kepada tim terpadu. Oleh tim terpadu mengarahkan dia untuk membuat surat keluar terkait hasil pemeriksaan sampel tersebut.

Di hari sama pada 18 Mei 2019, ia membuat laporan hasil pemeriksaan sampel itu dalam bentuk kertas selembar yang berkop Puskesmas Wawondula dengan “judul” hasil sidak tim terpadu.

Hasmawati menandatangani surat tersebut, selaku pemeriksa I. Kemudian, Beatrix Kombong selaku Pemeriksa II. Dan, Kepala Puskesmas selaku penanggung jawab dari hasil pemeriksaan tersebut.

Selanjutnya, mereka menyerahkan surat hasil pemeriksaan formalin itu kepada tim terpadu dalam sebuah amplop putih tertutup dan tersegel. Tugas Hasmawati dan rekan selesai dan melakukan pelimpahan tugas dari tim terpadu.

Setelah Hasmawati memberikan dan memastikan surat tersebut telah ada di pihak tim terpadu, Hasmawati segera pulang kembali ke tempat kerja untuk kembali melakukan aktivitas sebagai tenaga sanitarian puskesmas.

Sehari kemudian, Minggu, 19 Mei 2019 pagi, Hasmawati merasa kaget setelah membuka dan membaca whatsaap dan facebook (Medsos), bahwa hasil pemeriksaan sampel yang ia tandatangani atas surat perintah Puskesmas Wawondula, terekspose ke Media Sosial.

Informasi beredar luas di media sosial membuat masyarakat resah terhadap pemberitaan yang beredar. Setelah itu, Hasmawati langsung berkoordinasi dengan Tim terpadu yang berkerja pada bagian Farmasi Dinas Kesehatan pada hari Selasa, 21 Mei 2019.

Hasmawati kemudian merespons dengan menyampaikan informasi itu ke Bagian Farmasi Dinas Kesehatan Luwu Timur yang masuk dalam tim terpadu. Ironisnya, Tim Terpadu, malah melakukan pengambilan sampel kedua di tempat berbeda milik usaha ayam potong (penggugat) di pasar tradsional Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur. Sampel “tandingan” oleh Tim Terpadu mereka kirim Badan POM Kota Palopo untuk melakukan pengujian.

Bukannya Tim terpadu mengambil sampel keduanya secara acak. Malah si penggugat menyerahkan langsung kepada Bidang Farmasi Dinas Kesehatan Luwu Timur, satu ayam potong untuk mereka uji keakuratannya melalui Badan POM Palopo. Hasil pemeriksaan pun terbit dengan hasil berbeda. Negatif formalin.

“Saya merasa aneh, imbasnya ke kami. Tapi tak sama sekali kami sebagai tergugat dihadirkan di Pengadilan. Terkesan kami dipermainkan. Ada, cuci tangan atau kami dikambinghitamkan,” katanya.

“Kami merasa sudah dibela, karena informasi oleh tim terpadu telah menunjuk salah satu kuasa hukum dari Pemda (Luwu Timur).”

Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Negeri Malili mengabulkan gugatan penggugat. Upaya banding ke Pengadilan Tinggi Makassar berbuah sama, menolak keberatan tergugat dan menguatkan keputusan PN Malili. Hingga berlanjut ke Kasasi, hasilnya sama pahit. MA menolak kasasi tergugat.

Bukan hanya Hasmawati dan rekan yang merasa terbebani atas putusan itu, keluarga mereka pun terbebani. Baik itu ibu kandung Hasmawati, suaminya berserta anak-anaknya. Ia terkadang mengurung diri dalam rumah hingga bicara sendiri atas kasus menimpanya karena menjalankan tugas atas perintah pimpinan.

“Mamaku sering menegur saya. ‘Kenapa mengurung diri dan bicara sendiri. Setelah ditegur saya meneteskan air mata,” ujar Hasmawati saat newsurban.id menemui di kediamannya.

Hasmawati menyakini telah melakukan tugasnya sesuai dengan SOP, atas pemeriksaan itu. Ia melakukan bukan atas nama pribadi tapi atas dasar surat perintah institusi-nya dengan nomor surat: 138 f/PKM-WWD/AP/V2019, pertanggal 18 Mei 2019.

Bahkan, ia cukup yakin bahwa tidak pernah mengeskposes hasil pemeriksaannya di media sosil. Hasil pemeriksaan itu, hanya ia serahkan kepada tim terpadu untuk melakukan follow up.

“Kami kaget setelah ada gugatan oleh pengacara Frengky (pengusaha ayam potong) hanya berapa orang di Puskesmas Wawondula. Kami ini menjalankan perintah, bukan berkerja sendiri tapi ada tim terpadu Luwu Timur yang punya tanggung jawab sepenuhnya,” keluhnya.

Lebih miris, mulai persidangan awal di PN Malili sampai putusan kasasi, Hasmawati dan rekan sebagai tergugat tak pernah mendapat kesempatan sama sekali untuk memberi keterangan di pengadilan. Pihak PN Malili hanya meminta keterangan dari tim terpadu.

“Saya merasa aneh, imbasnya ke kami. Tapi tak sama sekali tergugat dihadirkan di Pengadilan. Sepertinya terkesan di permainkan, cuci tangan atau dikambinghitamkan,” katanya.

Jika gugutan si penggugat mencari siapa yang menyebarluaskan hasil pemeriksaan sampel awal. Sebaiknya, juga harus dikroscek juga oleh tim terpadu. Hasmawati menegaskan hasil pemeriksaan hanya diberikan oleh tim terpadu ke dalam amplop keadaan tersegel.

“Kenapa kami ini jadikan korban. Bahkan kesaksian di Pengadilan salah seorang yang dalam tim terpadu malah memberatkan kepada kami,” cetusnya.

Hasmawati mengaku juga sudah mengunjungi Bupati, Wakil Bupati dan DPRD Luwu Timur mencari perlindungan hukum. Kunjungan, katanya, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Susunan Tim Terpadu Pengawasan Terhadap Barang dan Jasa dengan nomor surat: 99/1/Tahun 2019.

Namun, sampai sekarang hanya tinggal janji semata.

“Saya hanya menuntut keadilan. Saya tak mau lagi ada Hasmawati yang kedua,” tegasnya.

Kuasa Hukum Penggugat

Kuasa Hukum penggugat, Lukman Alkadry mengaku enam orang menjadi tergugat melakukan tindakan melawan hukum dalam UU ITE. Menurutnya, karena perbuatan mereka, membuat usaha kliennya macet, karena tersebar masif di media sosial. Dengan begitu, kata dia, usaha Frengky mengalami kerugian besar.

“Postingan itu, cukup jelas siapa yang memposting. Kami selaku pengugat mengalami kerugian. Karena adanya oknum membagikan ke media sosial secara pribadi. Bukan atas nama secara instansi,” ungkapnya.

Lukman mengaku, berdasarkan beberapa bukti dan keterangan kesaksian dari pihak Tim Terpadu, bahwa keenam terggugat melawan hukum. Lukman menjadikan kesaksian itu sebagai dasar menguatkan gugatannya.

“Ketua Tim Terpadu menerima surat pemeriksaan pada jam 4 sore. Sedangkan, hasil pemeriksaan terlebih dulu tersebar sekitar jam 2 siang. Artinya, Lebih duluan hasil pemeriksaan terposting di media sosial, ketimbang surat jatuh ke tangan ketua tim,” katanya.

Beberapa tim terpadu baik itu dari Dinas Kesehatan memberikan kesaksiannya di pengadilan tetap menyudutkan keenam orang ini bersalah.

Lukman juga mengatakan, sebelum melayangkan somasi, telah ada hasil pemeriksaan sampel kedua hasil uji lab Badan POM Palopo yang hasilnya negatif. Atas sampel itu, Ia melayangkan somasi, baik itu secara tertulis maupun lisan kepada dinas terakit, tembusan kepada pihak tergugat. Bahkan, ia mengaku pihaknya sudah melakukan upaya mediasi kepada camat setempat.

“Tapi, apa yang terjadi. Sampai sekarang tidak ada respons sama sekali dan tidak da itikad baik melakukan hal itu. Sehingga kami melakukan upaya hukum dengan cara menggugat hal ini ke Pengadilan Negeri Malili untuk mencari keadilan,” ujarnya.

Sebagai bahan pertimbangan, Tenaga Kesehatan salah satu profesi yang mendapatkan hak “istimewa” dari negara. Hak istimewa itu, karena tenaga kesehatan mempunyai pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan secara khusus untuk mengabdikan diri, melayani, memberikan yang terbaik dan melindungi masyarakat.

Namun, yang terjadi di Luwu Timur, terkesan berbanding terbalik. Minimnya, perlindungan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan untuk mengabdikan diri kepada masyarakat hanyalah isapan jempol semata. Mereka merasa menjadi korban. Padahal mereka menjalankan perintah. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button