Dari Limbah Jadi Warna, Eco Batik Polimasta Menjahit Harapan Hijau di Tamalanrea

Google News Icon

 

MAKASSAR, BERANDANEWS.NET – Di tengah meningkatnya kesadaran akan krisis lingkungan dan tantangan ekonomi rumah tangga, sebuah inisiatif berbasis riset hadir membawa warna baru bagi masyarakat Tamalanrea, Kota Makassar.

Melalui Program Kemitraan Masyarakat (PKM), Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan (Polipangkep) berkolaborasi dengan Universitas Islam Makassar menghadirkan Teknologi Hijau Batik Polipangkep 2025, sebuah model pemberdayaan ekonomi yang memadukan inovasi, kearifan lokal, dan keberlanjutan lingkungan.

Program ini merupakan bagian dari pendanaan kompetitif melalui platform Basis Informasi Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (BIMA) Kemendikti Saintek. Skema tersebut dirancang untuk memastikan hasil riset perguruan tinggi tidak berhenti di laboratorium, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat dan berkontribusi pada penguatan ekonomi nasional.

Berakar dari riset Zapa Emas Polipangkep, program ini diwujudkan dalam produk Eco Batik Polimasta, batik ramah lingkungan yang memanfaatkan pewarna alam dari limbah pertanian. Implementasi riset dilakukan melalui pelatihan Teknologi Hijau Batik untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Tamalanrea yang berlangsung sejak Mei hingga Desember 2025 di Kelurahan Tamalanrea Jaya.

Sebanyak 20 ibu rumah tangga nonproduktif menjadi aktor utama dalam program ini. Mereka kemudian membentuk komunitas bernama Ekosistem Super, sebuah ruang kolektif untuk belajar, berproduksi, dan saling menguatkan dalam membangun kemandirian ekonomi keluarga. Dari tangan-tangan inilah kain batik bermotif lontara mulai diproduksi dengan pendekatan yang lebih ramah lingkungan.

Eco Batik Polimasta tidak hanya menawarkan nilai estetika, tetapi juga membawa pesan ekologis. Pewarna alam yang digunakan bersumber dari limbah pertanian yang melimpah di Makassar, seperti biji alpukat, kulit rambutan, kulit manggis, sabut kelapa, hingga kayu secang. Pendekatan ini mengurangi ketergantungan pada pewarna sintetis yang berpotensi mencemari lingkungan, sekaligus membuka peluang ekonomi baru berbasis bahan baku lokal.

Anggota tim pengabdian dari Universitas Islam Makassar, Dr. Ir. Helda Ibrahim, M.Si., menilai program ini sebagai jawaban atas tantangan penciptaan lapangan kerja berkualitas di tingkat komunitas. Menurutnya, hilirisasi riset melalui teknologi tepat guna mampu mendorong lahirnya industri kreatif skala rumah tangga.

“Program ini menawarkan solusi nyata untuk meningkatkan kualitas lapangan kerja, menumbuhkan kewirausahaan, dan mengembangkan industri kreatif berbasis teknologi hijau. Dampaknya tidak hanya pada peningkatan pendapatan, tetapi juga pada penguatan kapasitas masyarakat,” ujar Helda.

Senada dengan itu, Mariani, S.TP., M.P., dari Polipangkep menekankan bahwa pendekatan pelatihan berkelanjutan menjadi kunci keberhasilan program. Peserta tidak hanya diajarkan teknik membatik, tetapi juga dibekali pemahaman dasar kewirausahaan.

“Program ini telah melahirkan 10 wirausaha baru di bidang batik lontara ramah lingkungan. Mereka tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga mulai memahami pengelolaan usaha skala rumah tangga,” kata Mariani.

Ketua tim pengabdian, Dr. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP., M.P., optimistis bahwa diseminasi teknologi hijau berbasis limbah pertanian akan memberikan dampak jangka panjang bagi masyarakat Tamalanrea. Ia melihat potensi besar dari integrasi riset, inovasi, dan pemberdayaan komunitas.

“Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pewarna alam tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berpotensi membangun ekosistem riset dan inovasi di Tamalanrea. Kami optimistis program ini memberikan dampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Kolaborasi antara Polipangkep dan Universitas Islam Makassar dalam Program Kemitraan Masyarakat Teknologi Hijau Batik Polipangkep ini diharapkan dapat menjadi model hilirisasi riset berkelanjutan. Lebih dari sekadar menghasilkan produk, program ini menegaskan peran perguruan tinggi sebagai motor perubahan sosial dan lingkungan menjahit masa depan yang lebih hijau, satu helai batik pada satu waktu.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button