Hadji Kalla Melawan: Bongkar Dugaan Kejanggalan Gugatan GMTD, Siap Tempuh Jalur Hukum

MAKASSAR, BERANDANEWS.NET — PT Hadji Kalla resmi menanggapi gugatan yang diajukan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk terkait sengketa lahan seluas 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar. Gugatan tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri Makassar pada 25 November 2025 dan dijadwalkan menjalani sidang perdana pada 9 Desember 2025.
Dalam konferensi pers yang digelar di Wisma Kalla, tim kuasa hukum PT Hadji Kalla menegaskan kesiapan penuh menghadapi gugatan tersebut.
“GMTD menawar, kami membeli!” tegas kuasa hukum, menggambarkan keyakinan mereka terhadap kekuatan legalitas kepemilikan lahan tersebut.
Kuasa Hukum Soroti Struktur Kepemilikan GMTD dan Dugaan Keterlibatan Lippo Group
Dalam pemaparan resmi, kuasa hukum PT Hadji Kalla menjelaskan bahwa kepemilikan saham GMTD tidak hanya berada pada PT Makassar Permata Sulawesi yang terafiliasi dengan Lippo Group (32,5 persen), tetapi juga pada Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar, Pemkab Gowa, Yayasan Pembangunan Sulsel, serta masyarakat. Namun, pihak Hadji Kalla mengklaim tidak ada persetujuan dari pemegang saham selain Makassar Permata Sulawesi terkait pengajuan gugatan tersebut.
Mereka juga membantah pernyataan pemilik Lippo Group, James Riyadi, yang menyebut GMTD adalah milik pemerintah daerah.
“Jika benar demikian, mengapa manajemen GMTD diisi oleh orang-orang yang terafiliasi Lippo Group? Temuan investigasi internal kami menunjukkan adanya keterlibatan Lippo Group melalui struktur berlapis dan perusahaan cangkang,” ungkap kuasa hukum.
Pihak Hadji Kalla menilai adanya indikasi penyembunyian kepemilikan Lippo Group yang bertentangan dengan pernyataan publik yang pernah disampaikan James Riyadi.
Hadji Kalla Tegaskan Kepemilikan Sah Berdasarkan SHGB 1996
PT Hadji Kalla menegaskan bahwa lahan yang menjadi sengketa telah dimiliki secara sah sejak penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pada 1996, jauh sebelum GMTD memperoleh sertifikat atas lahan yang sama pada 2005.
Sejak tahun tersebut, PT Hadji Kalla disebut telah menguasai fisik lahan dengan:
-
membayar penjaga sejak 1996,
-
memasang pagar dan papan nama pada 2010,
-
serta rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“GMTD tidak pernah menunjukkan bukti penguasaan fisik maupun pembayaran PBB,” tegas pihak kuasa hukum.
Hadji Kalla juga mempertanyakan proses terbitnya dokumen-dokumen yang dipakai GMTD sebagai dasar klaim kepemilikan lahan.
Duga Adanya Rekayasa Hukum di Perkara-Perkara Sebelumnya
Tim kuasa hukum juga menyampaikan temuan investigasi mengenai dugaan rekayasa hukum dalam perkara-perkara sebelumnya yang objek sengketanya berada di lahan yang sama.
Mereka menyebut adanya pola mafia pertanahan yang sering menciptakan perkara “contoh” untuk menggiring putusan pengadilan seolah-olah mendukung klaim pihak tertentu.
“Ini gambaran bagaimana mirisnya praktik mafia pertanahan bekerja,” kata kuasa hukum.
PT Hadji Kalla memastikan siap menempuh seluruh langkah hukum—baik perdata maupun pidana—untuk menuntaskan dugaan manipulasi tersebut.
Prof. Hamid Awaluddin: ‘Dokumen Lebih Awal, Pemilik yang Sah’
Pakar hukum Prof. Hamid Awaluddin turut memberikan pandangan tegas dalam konferensi pers tersebut.
Ia menilai gugatan GMTD tidak berdasar karena kronologi kepemilikan jelas menunjukkan bahwa PT Hadji Kalla lebih dahulu mengantongi sertifikat pada 1996, sedangkan GMTD pada 1997.
“Ada lima yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan: jika ada dua dokumen sah, maka yang lebih dulu terbit adalah yang sah. Pertanyaannya, mana yang duluan—1996 atau 1997?” ujarnya.
Prof. Hamid juga memaparkan detail historis lahan tersebut:
-
1991: pengukuran lahan dilakukan oleh PT Hadji Kalla
-
1993: terbit akta jual beli
-
1996: terbit SHGB
-
2016: SHGB diperpanjang hingga 2036
“Semua dokumen itu otentik,” tegasnya.
Dalam pernyataan penutupnya, ia menyampaikan kalimat yang paling menyita perhatian:
“Jangan sampai Anda dikategorikan pencuri yang justru teriak maling.”






